Salah seorang praktisi kesehatan yang enggan disebutkan namanya, memberikan pernyataan dalam sebuah grup WhatsApp. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam layanan kesehatan, disertai edukasi kepada masyarakat.
"Malpraktik memang bisa saja terjadi, tetapi harus dilihat secara runtut berdasarkan tahapan pelayanan. Ada aspek administratif, normatif, dan sosial budaya yang menjadi dasar penilaian.
Prosedur pelayanan, kode etik, Permenkes, Undang-Undang Kesehatan, hingga regulasi lain dapat menjadi acuan dalam pemeriksaan," ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa institusi kesehatan perlu melakukan pengawasan ketat terhadap layanan dasar.
"Jangan tabu untuk melaporkan dugaan malpraktik atau pengaduan lainnya. Semakin banyak masyarakat yang memahami standar pelayanan kesehatan, semakin kuat pula kontrol terhadap layanan tersebut," tulisnya.
Senada dengan itu, Dr. H. Agus W., S.H., M.Si., seorang pakar hukum sekaligus dosen, menyampaikan pandangannya bahwa transparansi merupakan kewajiban moral dan hukum bagi setiap institusi layanan kesehatan.
"Dugaan malpraktik tidak bisa langsung dihakimi, tetapi harus ditelusuri melalui tahapan-tahapan yang sesuai—baik dari aspek prosedural, kepatuhan terhadap kode etik, hingga aturan formal seperti Permenkes dan Undang-Undang Kesehatan," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kasus-kasus seperti ini harus dilihat secara menyeluruh, termasuk dari sisi sosial budaya masyarakat.
"Kualitas dan integritas layanan dasar harus selalu dijaga. Masyarakat pun memiliki hak untuk mengetahui dan melaporkan bila ada kejanggalan tanpa rasa takut, karena hukum memberi ruang untuk itu," tegasnya.
Selain dari kalangan profesional, dukungan juga datang dari masyarakat yang mengaku pernah mengalami kasus serupa. Mereka mendorong adanya investigasi menyeluruh atas dugaan malpraktik yang terjadi.
Sementara itu, pihak RS KSH saat dikonfirmasi menyatakan bahwa informasi akan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan bagian Humas. Namun hingga Kamis (10/4/2025), belum ada tanggapan resmi yang diberikan.
(Ns)




