TAKALAR – Gejolak di tubuh DPRD Kabupaten Takalar kembali memanas. Hampir tujuh bulan pasca pelantikan pimpinan definitif, lembaga legislatif ini tak kunjung stabil. Polemik demi polemik menyeruak, dari kisruh pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD), hingga kini keterlambatan pengesahan Tata Tertib (Tatib) dan Kode Etik yang masih 'tergantung' di Biro Hukum Provinsi.
Puncaknya, Selasa (8/4/2025), ruang rapat lantai II Gedung DPRD Takalar yang awalnya tenang, mendadak berubah tegang saat sidang paripurna penyerahan dokumen Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Takalar Tahun Anggaran 2024 berlangsung.
Ketegangan dipicu interupsi tajam dari Anggota Fraksi Partai Demokrat, Husnia Rahman, yang secara terbuka menggugat keabsahan sidang tersebut. Saat Ketua DPRD H. Muh. Rijal Tawang mulai membacakan naskah paripurna, Husnia berdiri dan dengan suara lantang menyela jalannya sidang.
“Saya minta Pimpinan menjelaskan lebih dulu: dasar hukum apa yang dipakai sehingga paripurna ini bisa dilaksanakan? LKPJ ini sudah lewat batas waktu tiga bulan sejak akhir masa anggaran. Ini bisa bermasalah secara hukum!” tegasnya di hadapan seluruh peserta sidang.
Husnia—legislator senior tiga periode—menyuarakan apa yang menjadi kegelisahan publik: mengapa lembaga wakil rakyat ini tetap bersikukuh menjalankan paripurna tanpa landasan aturan yang jelas?
Alih-alih memberikan jawaban normatif yang berbasis hukum, Ketua DPRD hanya memberi alasan administratif. Jawaban yang justru memperkuat kesan bahwa pimpinan dewan bekerja tanpa rambu-rambu perundang-undangan yang semestinya menjadi acuan utama.
Suasana sidang pun makin memanas, terlebih saat beberapa anggota lain turut menyuarakan keresahan serupa. Sorotan tajam juga diarahkan pada belum rampungnya tata tertib dewan—dokumen krusial yang seharusnya menjadi kompas dalam setiap pengambilan keputusan.
"Bagaimana mungkin kita menjalankan forum paripurna tanpa tatib? Padahal tatib itu sendiri wajib mengacu pada UU di atasnya!" ujar salah satu anggota yang ikut menyentil kinerja pimpinan dewan.
Meski dihujani interupsi, Ketua DPRD tetap melanjutkan sidang seolah tak terjadi apa-apa. Namun Fraksi Demokrat mengambil sikap tegas: mereka tak ingin ikut terseret dalam potensi pelanggaran hukum akibat paripurna yang cacat prosedur.
"Kalaupun Ketua ngotot lanjutkan sidang ini, kami dari Fraksi Demokrat tak akan bertanggung jawab. Jangan jerat kami dalam pelanggaran hukum," tegas Husnia menutup interupsinya.
Drama politik ini menunjukkan bahwa DPRD Takalar tengah berada di titik kritis kepercayaan publik. Ketiadaan tatib, sikap pimpinan yang terkesan mengabaikan prosedur, dan aksi interupsi terbuka di tengah sidang, adalah cerminan krisis yang tak bisa lagi disembunyikan.




