TAKALAR – Aroma korupsi di balik proyek pembangunan Sentra Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Takalar mulai terkuak. Kejaksaan Negeri (Kejari) Takalar tak tinggal diam. Di tengah kekecewaan masyarakat terhadap bangunan mangkrak bernilai miliaran rupiah, tim penyidik mulai memeriksa nama-nama penting di balik proyek yang seharusnya menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Pada Kamis (10/4/2025), suasana di Kejari Takalar terasa lebih tegang dari biasanya. Dua sosok pejabat yang sebelumnya punya peran strategis dalam pengelolaan proyek—Muksin Tiro, mantan Kepala Dinas PUTRPKP, dan Sumirra, Kepala Bagian ULP—terlihat hadir di depan ruang Tindak Pidana Khusus (Pidsus). Sumber internal menyebutkan, keduanya datang bukan sekadar kunjungan biasa. Mereka dipanggil untuk dimintai keterangan atas proyek yang kini menjadi sorotan publik.
"Yang saya lihat ada empat orang, tapi dua di antaranya saya tahu terkait proyek UMKM," ungkap seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Pemeriksaan ini bukan yang pertama. Sejak awal 2025, Tim Kejari Takalar sudah memanggil sejumlah nama dari kalangan pejabat teknis, mulai dari tiga kepala desa di lokasi proyek, Kepala Bidang Cipta Karya, Kabid Aset, hingga Pejabat Pembuat Komitmen. Satu persatu pihak terkait mulai dikerucutkan, menunjukkan bahwa Kejari serius menelusuri ke mana sesungguhnya aliran dana proyek ini berakhir.
Proyek ini sejatinya menjadi bagian dari program strategis nasional melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun, harapan masyarakat berubah menjadi kekecewaan mendalam. Bangunan megah yang diimpikan menjadi sentra geliat ekonomi lokal, justru dibiarkan terbengkalai sejak rampung dibangun pada tahun 2022.
Dua perusahaan konstruksi disebut sebagai pelaksana proyek, masing-masing mengerjakan pembangunan kios di Desa Palalakkang dengan nilai kontrak Rp2,395 miliar dan di Desa Tamasaju serta Aeng Batu-Batu dengan nilai kontrak Rp3,855 miliar. Sayangnya, tak satu pun dari lokasi tersebut menunjukkan geliat ekonomi. Yang ada hanyalah bangunan kosong dan rumput liar yang mulai tumbuh.
Kemarahan publik pun mulai terdengar nyaring. Masyarakat menuntut kejelasan: di mana manfaat dari proyek miliaran ini? Siapa yang harus bertanggung jawab?
Laporan resmi atas dugaan korupsi dalam proyek ini sudah dilayangkan oleh LSM Pembela Rakyat (PERAK) ke Kejari Takalar sejak Kamis, 6 Maret 2025. Mereka berjanji tak akan berhenti mengawal kasus ini hingga ada kepastian hukum.
“Ini bukan hanya soal proyek yang mangkrak. Ini soal harapan masyarakat kecil yang dikhianati,” tegas perwakilan LSM PERAK.




